si Bejo
Memang enak kalau orang setiap hari menang lotre, apa mungkin? Ya namanya juga peruntungan kalaupun itu 8:10 ataupun 1:10 tetap saja mungkin.
Menjadi pekerja atau pengusaha butuhkah keberuntungan? bagaimana dengan investasi yg setiap tahun menciptakan milyader2 baru? Adilkah cara pengayaan tersebut? Pengusaha mengeksploitasi pekerja karena dianggap orang rendahan yg patut digaji rendah? Benarkah pekerja umumnya lebih bodoh dari bos mereka? Apa landasan untuk mengukurnya dan benarkah status pendidikan adalah solusinya? Jika sistem pendidikan kita bagus seberapa rasionalnya dengan praktik kehidupan riil.
Bagaimana dengan lingkungan selama mereka tumbuh? bisakah disama-ratakan, bijakkah jika kita bilang "salahmu sendiri jadi seperti ini!"?
Banyak orang masih terjebak pada dogma keluarga besar. Kalau jatuh pada kemiskinan sangat menderita, jika dalam kekayaan menjadi kawanan serigala rakus dan korup. Kembali ke "si bejo", bagaimana mungkin kita menutup mata bahwa "si bejo" membantu kehidupan kita? 25%? 33%? 50%? Mengapa mudah menghina si miskin jika si kaya lupa telah di bantu "si bejo" dalam kehidupannya sehingga tak rela membagi 25/33/50% untuk dirasionalkan dalam wujud bantuan.
Benarkah pengusaha peduli pada pekerja? Mentalitas yg bagaimana? Bisa saja seluruh gaji mereka hanyalah sebagian kecil dari bunga investasi atau gampangnya "jangan sampai keluar uang untuk bayar orang" kalau ada masalah biar mereka yg mati bukannya saya. Bukti? sementara serikat pekerja terus menerus sia2 berdemo, milyader2 terus meroket kekayaannya seperti dilansir kompas.
PenghargaanJujur saya adalah orang yg akan (dan semoga untuk selamanya) hanya bekerja lebih dengan otak bukan fisik. Tapi kalau saya lihat tukang sampah atau penyapu jalan:
1. Mereka pasti tidak perdidikan tinggi
2. Mereka tidak mau berusaha
3. Mereka sudah hidup lama pada keluarga dengan tekanan hidup tinggi
tapi sering saya lupa:
1. Mereka mungkin tidak lebih beruntung dari saya
2. Besarnya usaha mereka ditentukan hasilnya secara tidak adil oleh lingkaran tekanan hidup
3. Belum tentu ada yg sudi bekerja seperti mereka -> Bisakah kehidupan kita stabil tanpa mereka?
Tentu ini bukan acara parodi reality show yg didramatisir di televisi...
Sama dengan pekerja buruh... berapa sih perbandingan gaji mereka dengan supervisor apalagi bos mereka? Benarkah pekerjaan bos itu sesusah itu, tidak mungkinkah pekerja kasar menjelma jadi bos tanpa "si bejo"? Kalau dibalik bisakah pengusaha tanpa pekerja? OK buruh bisa diminimalisir dengan mesin tapi bisakah mesin ada tanpa buruh? Jadi ini bukan budaya imperialisme? Benarkah orang Indonesia tidak mengenal kasta? lalu disebut apa hal ini? Kalo pemimpin pasti benar, yg dibawah harus ikut "benar" masih menyangkal kalau ini adalah bahasa halus dari kasta. Lho kan orang bekerja ada jenjang karir yg ditempuh dengan menjilat? Gimana saya ini
Karena kesempatan adalah bagian si bejo
Katakanlah saya lulusan S1 kemudian bekerja di perusahaan pada posisi yg lebih tinggi dari lulusan D3 benarkanh saya lebih hebat? tentu saja diharapkan seperti itu toh itu adalah mekanisme yg baik atas dasar pendidikan? Apa iya? Banyak orang yg menolak/menyerah diajari hanya karena minder, padahal kesempatan adalah bagian dari si bejo bukan? Lalu orang ini bisa disebut payah? Belum tentu juga, yg harus ditanyakan adalah mengapa mentalitas itu ada? Kesialan karena lingkungan mereka tidak mengajarkan untuk menuntut harga diri? Pernah dengar "Buat apa pendidikan tinggi kalau nantinya perempuan hanya ngurus dapur" Ini mungkian salah satu buah dogma kadaluarsa agama dan imperialisme yg tetap dijunjung tinggi karena mereka takut pada si sok Tahu setelah mati nanti. Ingatlah bahwa mereka yg terus berusaha adalah mereka yg ingin meninggalkan ketergantungan pada si bejo(baca: doa, nepotisme, mlm dst) bahkan menjadi geniuspun bukan otomatis karena IQ/EQ kok. Mau? Niat?
masih saja kekayaanmu, aturanmu dan keluargamu adalah kapitalismu, pengadilanmu dan monarkimu